“ Tidak ada paksaan untuk dalam agama “ ( QS. Al Baqarah : 256 )
Sewaktu ormas islam berhasil mencegah terjadinya pertemuan antar kelompok lesbian, gay, biseks dan transgender di kota Surabaya, maka ada sebagian orang yang mengatakan bahwa kenapa hal tersebut dilarang sedangkan kecenderungan homoseksual itu dalam kehidupan gay atau lesbi sudah merupakan takdir Tuhan dalam hidup mereka, sehingga mereka bebas untuk melakukan kecenderungan seksual yang mereka inginkan. Ini merupakan pernyataan yang lucu, sebab mereka memakai alasan takdir Tuhan dalam menghalalkan sesuatu yang telah dilarang oleh Tuhan itu sendiri. Memang sesuatu yang bdijadikan Tuhan itu nmerupakan takdir, dalam arti sesuatu yang telah dijadikan Tuhan. Tetapi takdir tuhan itu bukan berate seseorang itu dibolehkan untuk melanggar perintah Tuhan, sebab takdir tuhan itu merupakan ujian keimanan bagi seorang yang bertuhan.
Manusia memiliki kebebasan penuh untuk memilih jalan mana yang akan dilaluinya dalam menjalani kehidupan dunia yang sementara menuju kepada kehidupan yang abadi di akhirat nanti. Dalam Al Quran, Allah Taala memberitahukan kepada kita bahwa ada dua jalan yang menjadi pilihan bagi manusia, jalan baik menuju kepada ketaqwaan dan jalan buruk menuju kepada kefasikan. “ dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan “ ( QS. AlBalad : 10 ) “ Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia itu, yaitu jalan menuju kefasikan dan jalan menuju ketakwaannya ” ( QS.As syams:8 ).
Ditakdirkan seseorang mempunyai kecenderungan seksual yang menyimpang bukan untuk diikuti, tetapi untuk menguji apakah dia akan mengikuti hawa nafsunya sehingga mengingkari perintah Tuhan atau akan mengikuti perintah Tuhan dalam menyalurkan keinginan seksual tersebut, sebab Tuhan telah menerangkan bagaimana cara yang benar. “Dan katakanlah: " Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". ( QS. AlKahfi:29 )
Allah Taala memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan mana yang akan ditempuh. Islam tidak memaksa seseorang dalam menentukan pilihannya. Inilah yang dimaksud dalam ayat “ Tidak ada paksaan dalam beragama “( QS. Al Baqarah : 256 ). Maksudnya bahwa pada waktu seseorang itu belum menentukan agama mana yang akan dianutnya, jalan mana yang akan dilaluinya, maka dia bebas untuk memilih, apakah jalan masuk agama islam atau menjadi kafir. Kebebasan dalam memilih agama tersebut mempunyai akibat dan konsekwensi yaitu surga dan neraka yang aakn dilaluinya di hari-hari mendatang. Manusia yang memilih jalan Islam akan masuk surga dan yang memilih jalan kafir dan menentang hukum Islam akan masuk neraka. “ Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya niscaya Allah masukkan dia kedalam surga dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasulnya dan melanggar ketentuan-ketentuan Nya, niscaya Allah masukkan dia ke dalam api neraka , dia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.” ( QS An Nisa :13,14)
Tetapi pada saat pilihan jalan hidup dijatuhkan artinya pada waktu dia sudah menentukan pilihan untuk memilih ajaran islam, maka kebebasan itu tercabut karena sebagai akibat memilih maka dia harus tunduk dan patuh pada setiap aturan yang terdapat pada jalan dipilihnya. Jika dia memilih islam, maka tidak ada kebebasan untuk tidak menjalankan hukum islam, sebab dia sudah memilh islam sebagai jalan hidupnya, tetapi dia harus mengikuti jalan islam itu sepenuhnya. Kata-kata kebebebasan tidak dapat dipakai lagi sebab dia sudah memilih jalan yang mempunyai hukum dan peraturan. “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. “ ( QS. Al Baqarah : 208 )
Pemilihan kepada jalan hidup islam juga dilakukan dengan pertimbangan yang rasional, dan keyakinan yang tetap, dan dengan keyakinan tersebut dia harus meyakini bahwa islam adalah satu-satunya agama yang benar. Ini merupakan sikap hati setelah memilih agama yang diyakini. “ Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah mereka dikembalikan “ ( QS. Al Baqarah : 83 ) “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. “ ( QS. Ali Imran : 19 ) “ Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat termasuk orang yang rugi “ ( QS. Ali Imran : 85 )
Oleh sebab itu sangat disayangkan jika ada orang islam yang mengatakan bahwa dapat mengingkari hukum-hukum Allah dengan alasan bahwa manusia itu bebas dalam bersikap. Kebebasan itu diberikan tuhan kepada manusia sebelum dia memilih agama apakah yang akan dianutnya. Artinya kebebasan manusia itu dapat dilakukannya sebelum dia menentukan pilihan agama. Tetapi sewaktu dia sudah menentukan agama yanga kan dianutnya, maka dia tidak lagi memiliki kebebasan mutlak, tetapi dia mempunyai kewajiban dalam menjalankan hukum dan perintah agama tersebut.
Ketika seseorang sudah menjadi muslim maka ia dituntut untuk melaksanakan setiap aturan Islam yang tertuang dalam Alquran dan hadist, dalam setiap tindakan dan perbuatan. Islam dalam ibadah, islam di dalam ekonomi, islam dalam berbudaya, islam dalam rumah tanga, islam dalam bertetangga, islam dalam seala kehidupan berdasarkan pandaan al quran dan hadis, dan sesuai dengan yang dicontohkan oleh rasulullah saw. Itulah sebabnya ajaran dan hukum islam meliputi segala bidang kehidupan. Ketundukan dan kepatuhannya kepada Allah dan segala aturanNya akan terus di uji dalam setiap perjalanan hidupnya menuju akhirat untuk menentukan apakah ia layak untuk terus masuk ke dalam surga tanpa rintangan apapun atau harus melalui terminal tertentu yang mungkin dapat menyebabkan ia singgah ke neraka lebih dulu.
Bagaimana kualitas seseorang di akhirat nanti, ditentukan oleh setiap perbuatannya dalam menjalani ujian demi ujian yang diberikan Allah dalam kehidupannya di dunia.
Ada pahala dan dosa yang menjadi nilai dalam setiap ujian itu. Yang lulus mendapat pahala dan yang gagal akan mendapat dosa. Maka bagi seorang mukmin ‘ dunia adalah tempat untuk mengumpulkan pahala sebanyak mungkin sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.
Allah Yang Maha Adil memberikan segala perangkat yang lengkap kepada manusia sebagai alat dan petunjuk dalam menghadapi ujian demi ujianNya. Saat Allah memberi kebebasan pada iblis untuk menggoda manusia dan memberi nafsu yang mengajak pada kejahatan, dalam masa yang sama manusia juga diberi akal untuk dapat mmbedakan kebaikan dan keburukan., serta hati dan nafsu mutmainnah yang mengajak manusia pada kebaikan. Di sini Allah kembali memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih untuk lulus atau gagal dalam menjalani ujian itu, manusia bebas untuk memilih ingin meraih pahala atau dosa. “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak di uji lagi ?”( QS. Al ankabut 29 : 2). “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan” ( QS.Al-Anbiya’ 21:35)
Allah Taala akan terus mengawasi manusia, memberikan ujian demi ujian dan memberikan balasan atas setiap perbuatan manusia yang dilakukannya selama di dunia sekecil dan sebesar apapun itu. “ Dia-lah yang menciptakan kamu. Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan “ ( QS. Taghabun : 2 ). Kekafiran manusia , kemaksiatan yang terjadi itu merupakan pilihan manusia , bukan takdir yang dijadikan Tuhan. Manusia tidak dapat menyatakan bahwa dia melakukan dosa sebab takdir tuhan kepadanya, sebab kecenderungan seksual yang dijadikan, itu semua merupakan pilihan yang harus dipertanggungjawabk an dihadapanNya, sebab Tuhan telah memberikan dan menjelaskan prbuatan mana yang dibolehkan dan perbuatan mana yang diharam dan dilarang. Dengan keadilan Tuhan, maka akibat pilihan tersebut manusia akan mendapat pahala atas kepatuhan dan ketaatannya atau mendapat siksa akibat pelanggaran yang dilakukannya. “ Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula “ ( QS. Zalzalah : 7-8).. Fa’tabiru Ya Ulil albab.( Buletin ISTA"ID Medan / Muhammad Arifin Ismail , Kuala Lumpur, 7 April 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar