Oleh:
Dr. H. Shobahussurur, M.A.
Ketua Takmir Masjid Agung Al-Azhar Jakarta
”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah perhiasan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. Q.S. Ali Imrân/3: 14.
Allah memberikan fitrah suci kepada semua manusia berupa syahawât (keinginan-keinginan). Semua orang yang normal pasti memiliki keinginan-keinginan. Keinginan-keinginan itu dibenarkan oleh Allah, asal tidak melebihi batas.
Dalam kajian asbâb nuzûl âyât al-Qur'ân (sebab turun ayat-ayat al-Quran) terdapat beberapa riwayat sebab turunnya ayat di atas. Pertama, bahwa kaum Nasrani Najran enggan mengakui risalah Nabi Muhammad Saw., karena mereka telah mendapatkan segala perhiasan, kemewahan dan kenikmatan duniawi yang diberikan oleh Raja Romawi yang berkuasa di Timur, yaitu Raja Heraklius. Mereka takut bila mengakui kebenaran Rasulullah Saw., Sang Raja murka lalu mencabut semua fasilitas yang sedang dinikmati. Mereka tidak yakin Nabi Muhammad Saw., akan memberikan jaminan keberlangsungan kemewahan dan kenikmatan itu. Kedua, ada riwayat, bahwa para shahabat Nabi Saw., terpesona akan keindahan perhiasan dan kemewahan yang dinikmati kaum Nasrani dan Yahudi di Madinah. Ketiga, ada riwayat bahwa kaum Yahudi Madinah enggan menerima kebenaran Rasulullah Saw., karena mereka tidak mau kehilangan pakaian, perhiasan, harta dan kemewahan yang selama ini mereka gunakan. Keempat, ada riwayat bahwa seorang Nasrani Arab bernama Alqamah telah mengakui Islam dalam hatinya, hanya saja dia tidak mau menyatakan keislamannya itu karena takut keindahan duniawi yang diberikan pemimpinnya saat itu, Raja Heraklius, dicabut darinya.
Memang, seringkali cinta seseorang kepada harta, jabatan, dan keindahan duniawi, melalaikan dirinya dari kebenaran hakiki. Padahal ketika syahawât (keinginan-keinginan) itu sudah diraih, mestinya digunakan untuk fasilitas mencapai kebenaran itu.
Amazing Women
Setiap laki-laki tertarik kepada perempuan. Hanya laki-laki sakit dan bermasalah yang tidak memiliki daya tarik kepada perempuan. Allah memang telah menciptakan perempuan dengan daya tarik yang luar biasa. Dalam ayat di atas menggunakan istilah zuyyina (diperhiaskan, menjadi indah dipandang). Sebanyak jumlah perempuan sebanyak itu pula daya tarik yang dimiliki dengan model yang berbeda-beda. Dengan segala daya dan upaya, setiap lelaki normal ingin memiliki perempuan yang memikat itu. Bahkan dalam rangka mendapatkannya, laki-laki rela berkorban apa saja, bersusah payah memeras tenaga, harta, pikiran dan jiwanya.
Allah memberikan syahwah (keinginan) kepada setiap laki-laki untuk mencintai perempuan. Syahwah itu diberikan agar laki-laki berpasangan dengan perempuan untuk saling melengkapi hingga terwujud generasi turun temurun. Bila syahwah itu tidak ada, maka punalah manusia ini dari kehidupan. Namun seringkali proses mencintai perempuan itu melampaui batas. Banyak lelaki yang telah dikuasai oleh nafsu seksnya, sehingga kegemarannya kepada perempuan tidak terpuaskan. Berganti-ganti pasangan, malam mengambil yang baru, siang dilepaskan. Mereka lupa diri hendak mereguk seluruh madu manisnya perempuan ('usailatahâ). Oleh karena iu, Allah membuat aturan resmi (Syariah) melalui lembaga pernikahan, agar proses mencintai perempuan tidak melanggar hak-hak dan kewajiban, serta meluruskan jalur pohon keturunan.
Perhiasan tidak untuk diambil kemudian dicampakkan. Perempuan adalah bagian dari peradaban yang ikut mewarnai gelap dan terangnya dunia. Tanpa perempuan tidak akan ada peradaban, tidak akan ada manusia, tidak ada kehidupan, dan tidak akan tercipta keindahan sejarah. Betapa banyak puisi, lagu, sastra, bahkan sejarah telah menuliskan dengan tinta emas karya perempuan sebagai bukti pengakuan terhadap eksistensi mereka yang memang luar biasa. Perempuan-perempuan peradaban, pengubah dunia dan sumber inspirasi serta kekuatan.
Kaum perempuan harus dihargai dan dijunjung tinggi, tidak untuk dilecehkan dan diinjak-injak harkat dan martabatnya. Allah menciptakan mereka dalam rangka mewujudkan keseimbangan, keadilan dan kebijaksanaan-Nya, sehingga menciptakan manusia saling berpasang-pasangan, saling melengkapi, dan mengisi. Itulah Islam yang mengajarkan sebuah persamaan dalam kemuliaan dengan perbedaan beban; persamaan dalam kedudukan dengan perbedaan peran; dan persamaan dalam nilai dengan perbedaan kemampuan. Konsep persamaan antara laki-laki dan perempuan dengan perbedaan fungsi dan peran. Atau dalam istilah Buya Hamka ketika melukiskan pembagian tugas dalam rumah tangga, sebagai kehidupan dalam kapal: "kapal berlayar di lautan, ombak bersabung di buritan tali-temali berentangan, layar berkipas kiri kanan, yang seorang tegak di kemudi, seorang tegak di halauan, jika keduanya sama pandai, selamat sampai tujuan, jika keduanya tidak bijak atau salah seorang tak bestari, karam di tepi kapal itu, tidak sampai ke tujuan". (Dalam Roman Si Sabariyah, 1928).
Al-Quran menyebutkan tentang kisah perempuan-perempuan terhormat. Bahkan ada di antara mereka yang menerima wahyu dari Allah, seperti ibu Nabi Musa yang diperintahkan Allah untuk menghanyutkan Musa di dalam peti ke dalam arus sungai Nil. Ada pula Maryam, seorang gadis suci dalam kehidupan zuhud dan penjaga al-Masjid Al-Aqsha, yang melahirkan Nabi Isa. Dalam al-Quran juga disebutkan kakak perempuan Nabi Musa yang bertugas mengintai kemana adiknya hanyut di sungai Nil. Disebutkan pula dua gadis anak Nabi Syuaib yang menggembala kambing di negeri Madyan. Salah satu gadis itu menjadi istri Musa. Disebut juga di dalam al-Quran istri Fir'aun, Asiyah yang mengangkat Musa sebagai anak, memelihara dan membelanya hingga dewasa. Dikisahkan pula tentang seorang ratu di negeri Saba', Ratu Balqis, yang mempunyai wibawa besar sehingga negeri-negeri lain tunduk dalam kekuasannya.
Al-Quran juga berbicara banyak tentang perempuan; gugatan perempuan kepada suami (Q.S. al-Mujâdilah/58: 1-6), perempuan yang turut hijrah bersama Rasulullah S.A.W. dan perlakuan terhadap mereka (Q.S. al-Mumtahanah/60: 10-13), adab dalam rumah tangga (Q.S. an-Nûr/: ), kesopanan dan sikap hidup (Q.S. al-Ahzâb/: al-Thalâq/:, al-Nisâ'/4: al-Baqarah/2:). Semua ayat-ayat itu menegaskan bahwa dalam Islam tidak ada perempuan yang dihinakan atau disia-siakan. Mereka memiliki peran, hak dan tanggung jawab sama penting dengan laki-laki.
Kita juga dapat mencatat the amazing woman dalam sejarah yang menginspirasi dunia. Khadijah binti khuwailid, istri Nabi SAW., seorang perempuan inspiratif yang penuh pegorbanan dan kesetiaan. “Behind a great man there is a great woman”, kata pepatah. Di balik kesuksesan dakwah Nabi SAW., ada seorang inspirator dan motivator, itulah Khadijah. Aisyah binti Abu Bakar adalah sosok cerdas intelektual yang menghabiskan waktunya untuk menimba ilmu hingga menjadi periwayat hadis Rasulullah terbanyak dari kalangan wanita. Asma binti Abu Bakar yang menjadi penggerak perjuangan dalam pelaksanaan hijrah Nabi saw.
Perhiasan yang indah dengan daya tarik luar biasa itu mampu menjadi perempuan-perempuan motivator perjuangan, penggerak kemajuan, pelopor perubahan, dan pelaku peradaban.
Anak-anak Shalih
Sebagai akibat dari adanya syahwah (keinginan) kepada perempuan, terlahirlah anak. Maka anak menjadi perhiasan dunia yang didambakan setiap orang. Betapa gelisah pasangan yang karena alasan tertentu tidak mendapatkan keturunan. Berbagai upaya dilakukan untuk memperoleh keturunan.
Dalam ayat di atas menggunakan istilah al-banîn (anak-anak laki-laki), untuk menunjukkan dalam fakta sejarah bahwa syahwah kecintaan terhadap anak laki-laki dibedakan dari anak perempuan. Kebanggaan terhadap anak laki-laki melebihi dari anak perempuan. Bahkan anak perempuan dihinakan setingkat hewan, keberadaannya tidak diakui, dan nyawanyapun layak dimusnahkan. Al-Quran menggambarkan tentang tradisi masyarakat Arab Jahiliyyah yang membenci anak perempuan; muka mereka hitam, malu dan marah bila diberitakan bahwa mereka akan mendapatkan anak perempuan. Mereka berupaya menyembunyikan diri dari masyarakat karena rasa malu. Mereka lantas mengambil keputusan antara membiarkan anak perempuan tetap hidup dengan menanggung beban malu seumur hidup, atau menguburkan anak perempuannya itu hidup-hidup hingga selesai sudah beban malu yang dideritanya. (Q.S. al-Nahl/16: 58-59).
Umar Ibn al-Khaththab mengatakan: "Di zaman Jahiliyyah, kami tidak memandang perempuan itu ada, dan dia tidak pernah kami masukkan ke dalam perhitungan kami". Sementara itu Abdullah Ibn Abbas mengatakan bahwa perempuan pada zaman Jahiliyyah itu kalau mengandung dan kemudian merasa akan segera melahirkan, maka digali lobang. Perempuan itu disuruh melahirkan di lobang itu. Bila ternyata yang lahir adalah perempuan, maka dibiarkan saja bayi itu masuk lobang lantas segera ditimbun tanah. Kalau yang lahir itu laki-laki, bayi itu diambilnya dengan rasa senang gembira.
Maka Rasulullah S.A.W. mengecam praktik wa'd al-banât (mengubur anak perempuan hidup-hidup) dan tradisi membenci anak perempuan sebagai dosa besar. Islam mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan anak, baik laki-laki maupun perempuan. Semua harus dididik menjadi anak-anak shalih.
Rasulullah SAW. mencintai dan mengasihi anak-anak perempuannya, Fatimah Azzahra, Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah, mengasuh ketika kecil, menikahkannya dengan orang-orang baik, dan memuliakannya ketika dewasa.
Pada saat kecil anak-anak menjadi hiasan karena indah dan lucunya, sebagai tumpuan harapan orangtua. Ketika besar, mereka menjadi kebanggaan orangtua karena kesuksesannya. Kesuksesan anaknya dipuji dan disanjung disebarkan kepada teman-temannya, meskipun orang lain bosan mendengarnya. Hiasan itu mekar tumbuh berkembang menjadi anak shalih. Hingga ketika orangtuanya telah mati pun, mereka terus mendoakan dan meneruskan perjuangan mereka. Akan tetapi bila salah asuhan, anak dimanja diturutkan nafsunya, anak itu akan menjadi petaka bagi orangtua, masyarakat dan bangsanya.
Emas dan perak Kilau Keindahan
Hiasan dunia sangat menarik adalah harta benda. Ia dikejar dan dicari. Semua orang ingin mengumpulkan kekayaan. Betapa dapat disaksikan hiruk pikuk masyarakat Jakarta dari pagi hingga petang, jalanan padat macet tak kenal waktu, berbagai jenis pekerjaan dikejar demi mengumpulkan kekayaan. Kilaunya emas dan perak sangat indah memukau. Kalaulah kini ada uang kertas dan masyarakat Jakarta memburu uang kertas, namun pada aslinya kekayaan diukur dengan nilai emas dan perak. Itulah maka pada masa kejayaan Islam satu-satunya alat tukar keuangan yang sah adalah mata uang emas dan perak, dinar dan dirham.
Syahwah (Keinginan) mengumpulkan kekayaan tidak pernah ada habisnya. "Kalaulah anak Adam itu memiliki kekayaan dua lembah emas, ia akan menginginkan lembah emas yang ketiga. Hanyalah tanah yang dapat memenuhi perut anak Adam itu" (H.R. Bukhari dan Muslim). Sebuah sindiran betapa serakahnya manusia dalam rangka mendapatkan kekayaan yang tidak pernah terpuaskan. Allah berfirman: "Bermegah-megahan telah melalaikan Kalian, hingga kalian masuk ke liang kubur. Ketahuilah kalian akan mengetahui. Kemudian ketahuilah, kalian akan mengetahui. Kalian akan mengetahui ilmu keyakinan. Sungguh kalaian akan melihat neraka Jahim. Kalian akan mengetahuinya dengan mata keyakinan. Kemudian sungguh kalian akan dimintai pertanggungjawaban pada hari itu atas kenikmatan (yang telah didapat). Q.S. Al-Takâtsur: 1-8.
Bermegah-megahan menumpuk harta benda dan menolak membagi kepada sesama akan mendapatkan azab yang pedih: ”Yaitu ingatlah pada hari ketika emas dan perak dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka: ”Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu timbun itu”. Q.S. al-Taubah/9: 35.
Emas dan perak, serta harta kekayaan akan diseterikakan pada kening pemiliknya, yaitu kening yang telah berkerut memikirkan supaya mendapatkan keuntungan siang dan malam, sehingga tidak berpikir lagi untuk jalan kebaikan. Akan diseterikakan pada rusuk atau lambung, karena di samping rusuk itulah harta dikumpulkan dan disembunyikan. Diseterikakan pada punggung, karena dengan punggung itulah beban tanggung jawab dipikul. Kening yang senantiasa berkerut sebagai sikap orang bakhil bila melihat orang datang meminta bantuan. Rusuk yang melekat ke tempat tidur, ibarat orang bakhil yang menyembunyikan hartanya, takut diminta orang, takut pula diketahui berapa harta kekayaannya. Dan punggung adalah lambang memikul harta benda ke mana saja pergi, karena berat untuk bercerai dengan kekayaannya itu. (Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz 10, 1984:197).
Itulah perilaku manusia yang sudah rusak jiwanya. Harta dicari dan didapatkan tidak digunakan untuk mensejahterakan manusia tapi untuk menyengsarakannya. Kekayaan dikumpulkan tidak untuk memberikan kemaslahatan tapi untuk merusak dan menghancurkn. Maka yang terjadi adalah krisis multidimensi yang bersumber pada keserakahan para pemilik modal. Kita semua tahu, Indonesia dilanda krisis moneter tahun 1997 akibat ulah kaum kapitalis. Bahkan kini dunia didera oleh krisis ekonomi global, biangnya juga kaum kapitalis. Saat ini pun kita masih digerus oleh kapitalisme global itu.
Kuda Pilihan Kebanggaan Alat Transportasi Komunikasi
Salah satu perhiasan dunia adalah kuda. Saat ayat ini diturunkan, alat transportasi paling hebat adalah kuda. Syahwah (keinginan) untuk memiliki kuda adalah dambaan semua orang. Sebab dengan memilikinya, kesulitan rihlah al-syita' wa al-shaîf (perjalanan musim dingin dan musim panas) dapat teratasi. Pada perkembangannya, kecintaan kepada kuda tidak saja untuk alat transportasi dan kendaraan perang, tapi dimiliki untuk dilombakan, dihias, dipamerkan, bahkan untuk menaikkan status. Kuda menjadi perhiasan penting di samping yang telah disebutkan di atas; perempuan, anak, emas dan perak. Kuda menjadi kebutuhan pokok yang mesti dimiliki setiap orang.
Kini tidak lagi zaman kuda. Kalaulah ada, kuda dipelihara hanya sebagai penyalur hobi saja, atau untuk ajang lomba kerapan kuda, atau pacuan kuda. Untuk konteks sekarang dapat dilihat betapa syahwah (keinginan) masyarakat dalam memiliki kendaraan sebagai alat transportasi. Tidak lengkap rasanya, sebanyak apapun emas perak kekayaannya, kalau tidak mempunyai kendaraan. Kekayaan minus kendaraan, dianggap masih ada ganjalan. Kendaraan bermotor, sepeda motor atau mobil sangat diinginkan semua orang. Sejalan dengan sistem kapitalisme global, perusahaan otomotif membuat inovasi-inovasi yang terus berubah. Sehingga mobil yang baru dibeli terasa usang hanya dalam hitungan bulan. Kendaraan yang dimiliki dianggap ketinggalan, lalu ingin memiliki model terbaru. Demikian pula alat komunikasi yang terus berubah menjadi daya tarik semua orang. Bermunculan model Handphone (HP) dengan kelengkapan fitur-fitur dan fasilitasnya yang semakin canggih, sangat memukau orang. HP tidak sekedar alat komunkasi tapi sudah berubah menjadi alat meningkatkan bargaining position (posisi tawar). Merek dan model mobil atau HP terbaru laris manis diburu dalam rangka menurutkan keinginan.
Syahwah (keinginan) untuk memiliki alat transportasi dan komunikasi tidak dapat ditawar karena itu menjadi kebutuhan. Tetapi bila didapatkan dengan cara-cara tidak benar, tindak tipu daya dan manipulasi, membeli kendaraan dan HP dengan uang korupsi atau hasil menindas, maka hal itu tidak dapat dibenarkan.
Binatang-binatang ternak Sumber Kehidupan
Dahulu, ukuran kekayaan seseorang dilihat dari jumlah binatang ternaknya. Pada suku Baduwi di padang gembalaan, kekayaan dihitung dari jumlah unta, kambing, domba, dan biri-birinya. Dengan binatang ternak yang banyak, mereka dapat menghasilkan kekayaan dari hasil penjualan bulu, susu, kulit dan dagingnya. Oleh karena itu, mereka berlomba beternak untuk dapat kekayaan sebesar-besarnya. Mereka menguasai oase-oase hijau subur sebagai tempat gembalaan, diperjuangkan dengan keringat dan darah.
Syahwah (keinginan) menguasai sebanyak mungkin binatang ternak merupakan simbol produk konsumsi hewani; daging, susu, keju, dan ain-lain. Binatang ternak telah menjadi bisnis besar-besaran di dunia semacam Australia, Selandia baru, Timur Tengah, Amerika, dan lain-lain. Hal itu karena kebutuhan konsumsi daging dunia sangat tinggi. Daging, susu, bulu, dan kulit sudah diproses sedemikian maju sehingga memunculkan ragam restoran, menu makanan daging, ragam produk susu olahan, ragam busana dan alat kecantikan. Dari binatang ternak, muncul sumber-sumber kehidupan yang mendatangkan kekayaan. Manusia berlomba-lomba untuk menguasainya. Sejalan dengan dorongan nafsu makan dan nafsu berdandan, maka manusia terus mengejar semua itu untuk memuasi nafsunya.
Sawah Ladang Tempat Bekerja
Berbeda dengan perhiasan dunia berupa binatang ternak, sawah ladang jadi perhiasan dunia yang didambakan manusia sebagai lambang kecintaan kepada hasil tumbuh-tumbuhan; biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran. Hamparan sawah menghijau, perkebunan subur, dan ladang terbentang luas menghasilkan kekayaan melimpah ruwah yang diidam-idamkan semua orang. Banyak orang demi memiliki sawah ladang yang subur bekerja tak kenal waktu, mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk menyuburkan sawah ladangnya.
Dalam konteks masyarakat kota yang tidak lagi memiliki sawah ladang, maka sawah ladangnya adalah perusahaan tempat kerjanya, atau instansi dia mengadu nasib. Dapat disaksikan betapa manusia bekerja keras untuk memajukan dan membesarkan instansi, lembaga, perusahaan tempat kerjanya. Mereka asyik dengan kerjaannya itu. Mereka bekerja keras untuk mendapatkan hiasan dunia itu. Namun terkadang mereka lalai, semuanya itu hanyalah perhiasan dunia. Perhiasan nisbi, tidak kekal, sementara, menipu, habis, dan dapat menyengsarakan.
"Zâlika matâ'ul hayâh al-dunyâ (demikian itu adalah perhiasan hidup di dunia), bunyi ujung ayat di atas (Q.S. Ali Imrân/3: 14). Di sana ada perhiasan (kesenangan) abadi, yaitu perhiasan akhirat, surga kenikmatan tertinggi. Caranya adalah dengan menggunakan libâs al-taqwa (pakaian taqwa) (Q.S. al-A'râf/: 26). Yaitu hidup mencari kekayaan tapi berorientasi akhirat. Bekerja keras semata ingin mendapatkan ridha Allah (Q.S. Al-Taubah/9: 72). Bekerja untuk dunia seolah-olah hidup selama-lamanya, dan beramal untuk akhirat seakan mau mati besok (Hadits). Kerja keras, tapi tetap ingat mati. Dalam kerja mencari dunia dia berdoa: "Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami telah beriman. Oleh karena itu ampinah dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Q.S. Ali Imrân/3: 16). Bekerja tidak sekedar mengejar dunia, tapi untuk menunjang pencapaian kebahagiaan akhirat. Maka diperlukan kesabaran, kejujuran, ketaatan, rajin berbagi, dan selalu memohon ampun. (Q.S. Ali Imrân/3: 17).
Perhiasan dunia boleh dinikmati setiap muslim, tapi jangan sampai melalaikannya mencapai akhirat. Perhiasan dunia mesti tunduk pada aturan Syariah yang digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa, menuju peradaban tinggi berbasis iman yang dalam. Semoga.
Jakarta, 11 Januari 2011.
Penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar