Kamis, 13 Januari 2011

Berkah atau Musibah?



Gunung Merapi kan selalu membawa berkah bagi siapa saja yang mau bersahabat dengan alam. Seperti orang Jepang yang menjadikan bencana sebagai teman, bukan sebagai lawan. Mereka sadar bahwasanya manusia tidak akan pernah bisa melawan alam, oleh karenanya orang Jepang mendekati alam sebagai kawan. Sehingga ketika datangnya bencana dari alam, semua bisa diminimalisir baik itu kerugian materi maupun jatuhnya korban.

Gunung Merapi yang terletak di 4 Kabupaten (Magelang, Sleman, Boyolali dan Klaten) serta 2 Provinsi (Jawa Tengah dan Jogjakarta) memiliki banyak mitos yang jelas sebagai muslim tak sepantasnya kita mempercayai mitos tersebut. Bagaimana pun ketika semua terjadi atas kehendak-Nya, maka terjadilah. Setelah terjadi erupsi pada tanggal 26 Oktober 2010, sudah banyak korban yang berjatuhan. Setelah merapi berhenti erupsi, masalah belum selesai. Yang ada setelahnya adalah ancaman banjir lahar dingin.
Terbukti dengan adanya pasir yang menumpuk di lereng Gunung Merapi, maka ketika hujan pasir tersebut akan meluncur ke daerah-daerah yang ada disekitar Gunung Merapi. Dulu Bapak  sewaktu masih dinas di Kecamatan Salam, ada beberapa titik yang menjadi titik rawan banjir lahar dingin :
  1. Jembatan Kali Krasak yaitu jembatan perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sewaktu masih memakai jembatan yang lama jembatan Kali Krasak selalu dipenuhi dengan pasir karena jembatan yang terlalu rendah dengan kali dan banyaknya muatan pasir yang mengalir. Tapi sekarang jembatan Kali Krasak sudah ditinggikan dan dibesarkan, sehingga kejadian tersebut sudah tidak terjadi lagi kini.
  2. Kali Putih di daerah Jumoyo. Dulu daerah disini tidak ada pasar pada medio tahun 1980-an seperti apa yang disampaikan Bapak, karena di daerah ini adalah tempat penambangan pasir. Tapi pada medio tahun 1980-an ketika puncak Gunung Merapi di bom di sebelah timur dan selatan oleh orang Jepang pada masa pemerintahan Presiden Suharto yang mengakibatkan dampak erupsi merapi tidak hanya ke arah barat atau arah Magelang. Lama-lama karena merasa daerah ini sudah 'aman' dari dampak merapi dan juga seiring sedikitnya pasir yang ada sehingga tidak dijadikan tempat penambangan pasir, maka warga daerah Jumoyo mendirikan pasar di daerah tersebut.

Akan tetapi kali ini, yang terjadi justru sebaliknya, efek erupsi merapi 26 Oktober 2010 yang telah memberikan kesuburan di sekitar Gunung Merapi dengan hujan abunya dan juga memberikan pasir yang berkualitas untuk dijadikan bahan material bangunan, telah meluap disekitar pinggiran Kali Putih di daerah Jumoyo Muntilan Magelang. Pasir setinggi 3-4 meter dan sempat menutup jalur Jogja - Magelang ini seakan memberikan tanda dari alam bagi para manusia agar tidak serakah, dan memberikan banyak pelajaran bagi orang-orang yang sadar.
Melihat pasir yang menumpuk di daerah Jumoyo, saya jadi ingat di Kaliadem. Lahar yang menumpuk akibat erupsi merapi di tahun 2006 yang tidak bisa diangkat. Nah, sekarang apakah daerah Jumoyo akan menjadi daerah 'Lava Tour' karena pasirnya yang tidak bisa diangkat dan dibersihkan? 
Wallahu a'lam bisshowab.


Untuk gambar selengkapnya klik disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar